Langsung ke konten utama

Aku, Kamu, dan Rihlah



          Kamu tau apa yang paling kusukai? Itu adalah mendaki. Kamu tau apa yang paling senang kulihat? Ya, itu adalah senyumanmu.  Kenapa? Karena aku jatuh cinta dengan itu semua. Siapa yang tau, jika itu menjadi bagian dari nafas dan perjalananku.

          Tak tahu lagi bagaimana harus ku tuliskan seperti apa rasa ini. Sungguh kau begitu menawan Rinjani. Ah namamu selalu menggema ditelingaku bahkan selalu hadir di mimpiku, lekukan indah hijau yang bermandi cahaya mentari selalu membuatku bergetar. Sapaan mentari dan birunya langit pagi ini membakar semangat kami, seusai makan dan bersiap siap, tepat pukul 08.30 pendakian dimulai.
Rasanya dadaku bergemuruh “Bismillahirrahmanirrohim ” kulangkahkan kaki sambil terus berdzikir.

“May, semangat!!”Seru Tazkia sepupu sekaligus teman mendakiku. Kali ini alu ikut bersama 6 orang pendaki dari Jakarta. Berbagi kisah pendakian sembari berjalan menuju pos 1. Baru setengah jam berjalan keringat sudah mengucur deras bak sungai.  Mata kami disuguhkan hamparan padang savana, dan juga teriknya mentari.

3 jam, tidak. Setidaknya 3,5 jam kami sampai di pos 1 mengistirahatkan sebentar otot-otot kaki dan menyeka keringat. “Zi!! Minumnya duduk”seruku, Tazkia sedang berdiri tak jauh dari tempatku duduk, tangan kirinya mengipas-ngipas wajah dengan topi dan tangan kanannya memegang botol. Sepupunya itu mengangguk, sembari mengambil posisi jongkok untuk minum air. “Duduk zi”

“Iya may iya. Nih aku duduk”
Seperempat air dibotol 1,5 lt itu habis ditelannya. “May, kenapa masih pake gamis aja kalau mendaki? Gak ribet emangnya?”tanyanya kepo, memang setiap kali mendaki aku selalu memakai gamis.

“Tidak sama sekali. Aku memang sudah memilih bahan gamis yang nyaman zi. Kamu tahu sendirikan, gamis ini panjangnya 3 cm diatas tumitku. Tujuannya tetap membuatku bisa bergerak leluasa, selain itu aku tetap memakai celana panjang non levis kan.”terangku

Berjalan lagi selama 3 jam kami sampai di pos 3, para pendaki memutuskan untuk bermalam disini sebelum lanjut ke puncak rinjani. Aku dan beberapa pendaki perempuan menyiapkan makan sore. Tidak ada yang spesial, karena kami hanya membawa mie instan, nasi, dan beberapa snack. Rinjani seperti serpihan surga, sejak awal padang savana yang eksotis, hutan tropis yang mempesona, serta perbukitan yang luar biasa indah.

          Malam ini, suhu dingin begitu menusuk, siang hari begitu panas lalu malamnya begitu dingin.

Flashback

Air mata membasahi kedua mata indah itu. Jujur, begitu tak sanggup aku menyaksikannya. “Mi, boleh naik gunung ya? May janji akan pulang dengan selamat, aku akan bersama pendaki lainnya, banyak wanitanya juga kok. ”Ujarku menghapus cairan Liquid yang turun dari matanya. Penuh harap menatap mata umi, agar memberikan izinnya.

“May, sudahlah! Jangan keras kepala. Kamu itu anak perempuan satu-satunya, kesayang kami. Terakhir kali kamu naik gunung tanganmu patah. Kali ini apalagi yang akan kamu patahkan?”Ujar mas Hanif dengan wajah mengeras. Aku tak perduli pada amarahnya mas Hanif, sekarang bagaimana caranya untuk merayu umi. Diizinkan atau tidak aku akan pergi!!
Lihat! Keperluan mendaki sudah siap semua. Berkali-kali menatap mading di dalam kamar. Gunung Rinjani, tunggu aku! Itu isi memo terakhir yang ku tulis.

“Mas, mi, May bisa jaga diri. Itu kan sudah takdir Allah, lagi pula tanganku bukan patah tapi hanya terkilir. Mas ini jangan suka lebay dan melebih-lebihkan. ”Keluhku sebal dikalimat akhir

Pletak...

“Astagfirullah, sakit mas!!!”Seruku sebal, kepala ini dijitak kencang olehnya.
“Jika umi izinkan, kamu harus berjanji may”Umi berkata lirih. Menelan ludah kasar, tak yakin ku anggukkan kepala.

“Janji apa mi?”Tanyaku nyaris tak terdengar

“Pendakian kali ini, adalah yang terakhir kalinya. Tidak ada lagi, daki-mendaki gunung dikemudian hari.”Ujarnya mantap. Aku menatap tak percaya, menahan cairan bening yang nyaris keluar.

“Tega sekali, umi. Mendaki adalah kesukaanya, dan bagi May sangat penting melihat senyumnya. Cinta May jauh lebih besar .....”Ujarku kekeuh

Plakkkk....

“Dia...Dia... Dia... terus!!! Sadar May! Sadar”Mas Hanif membentakku, baru kali ini dia membentak dengan mata memerah dan urat disekitar wajahnya nampak. Tamparan tak pelak dilayangkan.

Memilih berlari ke kamar, terisak diatas bantal. Kenapa tidak ada yang mengerti? Mendaki, dan juga dia. Aku benar-benar menyukai keduanya. Pukul 3 pagi, masih merenung sedih, memandang foto si cantik rinjani. Tak tau lagi mata ini, dan wajah ini sudah seperti apa wujudnya. Tiba-tiba pintu kamar ada yang membuka. Refleks menutup badan dengan selimut, pukul 3 pagi jangan-jangan hantu?

Perlahan kudengar suara derap langkah kaki mendekati kasurku, dan kurasakan ada yang memegang selimutku.

“Aaaaaaaaa!!!! Audzzubillahiminnassyaitonirrojim!!”Teriakku heboh, sembari memukul-mukul udara

“Astagfirullahaladzim, kamu kenapa May? May tenang.”

“Umi?”

“Iya, ini umi. Bagaimana mau mendaki gunung kalau kamu penakut seperti ini?”Ujar Umi, tangan kirinya berkacak pinggang, dia membawa kotak makan ditangan kanannya.
Mataku berbinar begitu umi bilang tentang mendaki. Alhamdulillah umi memberikan izinnya. Ya Allah aku tidak akan menyianyiakan kepercayaan umi.  Aku memeluk tubuhnya erat.

“May janji akan jaga diri. Jangan biarkan ini jadi pendakian terakhir, Mi. May mencintai mendaki dan juga dia”ujarku sambil bergetar.
Terdengar helaan nafas umi, dia mengangguk kalah “Insya Allah, jangan biarkan kepercayaan umi hilang”Ucap Umi.
Dia tersenyum, merengkuh tubuhku dalam peluknya, “Umi percaya. Kamu harus hati-hati”

***

Pukul 01.00 dini hari kami melanjutkan perjalanan ke puncak “Hati-hati ya, jalurnya kanan kiri jurang. Kita berangkat jam segini buat mengindari pasir-pasir yang berterbangan. Insya Allah kita sampai sana saat waktunya sunrise” Seru Farhan, ketua tim pendakian kami kali ini. Para pendaki asing dengan langkah lebar-lebar terus mendahului kami.

“Huh... huh... Aku capek may.”
Sret....
“Aaaaaa!!!”
Tubuh Tazkia oleng ke arah kanan, dia terpleset hampir masuk ke dalam jurang kalau saja aku tidak buru-buru menangkap kedua tangannya. Yang lain bergegas membantu. “Terima kasih may. Kamu malaikatku” dia memberiku pandangan mata berbinar, aku tertawa, membantunya berdiri. “Jangan lebay”Seruku
“Ayo kita lanjutkan lagi”
Farhan mengumandangkan adzan shubuh dipuncak rinjani. Masya Allah
Angin mengibarkan kerudungku, membelai lembut wajah kami. “Sholat kia?”
“Nggak kamu aja May”
Aku melongok, “Ayo sholat kia. Allah sudah menyelamatkanmu dari jurang tadi loh. Kalau nanti Allah ambil nyawa kamu saat turun bagaimana?”Ujarku menakuti, dia bergidik ngeri.
“Ayo sholat!”Serunya menggandeng tanganku, untuk mengambil wudhu dengan air mineral yang kami bawa. Aku terkekeh, “Ayooo!”
Mentari mulai menampakkan wajahnya, memberikan pemandangan yang amat membuat terkagum kagum, membelai hangat suasana pagi di puncak Rinjani. Dari sini bukit-bukit yang kami lalui terlihat jelas dengan indah, disana sungai segara anak sudah menunggu. “Tunggu may disana ya!”

Lapor laki- laki pujaanku. Diketinggian 3726 Mdpl. Pada hari ini, Mayesha Afsheen, berhasil mencapai puncak Rinjani.
Aku selalu menyukai caramu tersenyum, caramu memandang dunia, dan caramu berkata dengan tegas, bahwa kau mencintai keluargamu. Ayah... Ini pendakian impianmu di rinjani, aku... Aku sudah melaksanakannya. Salam hormat, dari putrimu yang bandel. J

Selesai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSAK 68: Hirarki Nilai Wajar (The Fairs Value Hierarchy)

Membahas mengenai psak 68 ini, kita akan membahas mengenai hirarki nilai wajar ( The Fairs Value Hierarchy ) . Nah, apa sih hirarki nilai wajar itu? Untuk meningkatkan konsistensi dan keterbandingan dalam pengukuran nilai wajar dan pengungkapan yang terkait, ditetapkan hirarki nilai wajar, yaitu dengan mengkategorikan input dalam tiga level. ü   Hirarki nilai wajar akan ü memberikan prioritas tertinggi kepada harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identik (input Level 1) dan prioritas terendah untuk input yang tidak dapat diobservasi (input Level 3). Pada ED PSAK 68 input didefinisikan sebagai “asumsi yang akan digunakan pelaku pasar ketika menentukan harga aset atau liabilitas, termasuk asumsi mengenai risiko, seperti sebagai berikut: a. Risiko yang inheren dalam teknik penilaian tertentu yang digunakan untuk mengukur nilai wajar (seperti model penentuan harga); dan b. Risiko yang inheren dalam input yang digunakan d

Mengenal PSAK 72: Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan

Hola… Sobat Akuntansi, yuk kenalan dengan PSAK 72. PSAK 72 ini merupakan IFRS 15 Revenue from contracts with customers yang aktif per 2018. Nah tapi, ada yang dikecualikan diantaranya itu item terkait IFRS 16 Leases (Karena belum diadopsi) terkait dengan penggunaan aset, dan tanggal efektif dan penarikan standar yang telah ada. PSAK 72 ini menggantikan beberapa PSAK, karena sudah menyangkut peraturan terkait PSAK yang dihapuskan tersebut. Berikut ini beberapa PSAK yang digantikan: 1.       PSAK 23: Pemdapatan 2.       PSAK 34: Kontrak Konstruksi 3.       ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan 4.       ISAK 21: Perjanjian Konstruksi Real Estate 5.       ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan, dan 6.       PSAK 44: Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate Tujuan dari PSAK 72 ini adalah untuk menetapkan prinsip tentang sifat, jumlah, waktu, dan ketidakpastian pendapatan dan arus kas yang timbul dari kontrak dengan pelanggan. Ruang Lingkupnya meliputi Kontrak sewa